Artikel Terbaru

Kemenkes Ungkap Kasus Bunuh Diri Naik Terus

Elbahrain – Viral mahasiswi berinisial (NJ) bunuh diri, di temukan tak bernyawa pasca lompat dari lantai 4 Mal Paragon Semarang. Tukang parkir di sekitar lokasi, Rukiman (56) sempat mendengar pengunjung berteriak histeris melihat kejadian tersebut.

Polisi menemukan secarik kertas berisi pesan untuk keluarganya, yakni ibu NZ. Pilunya, dalam surat tersebut NZ mengaku mengakhiri hidup lantaran tidak kuat menanggung beban dan merasa mengecewakan orang tuanya.

Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI drg R Vensya Sitohang M Epid menyebut catatan kasus bunuh diri di tahun kemarin, 2022, menyentuh 826 orang. Angka ini meningkat 6,37 persen di bandingkan 2018 yakni 772 kasus.

Catatan bunuh diri di Indonesia juga relatif jauh lebih tinggi di bandingkan rekor kasus terbanyak Singapura sepanjang 2023 yang sejauh ini tercatat mencapai 476 korban.

“Untuk yang catatan 2023 datanya masih kami validasi,” beber drg Vensya, Kamis (12/10/2023).

Baca juga : Guru yang Videokan Siswa SD Bawa Bekal Ulat Minta Maaf

Terpisah, dr Khamelia Malik dari Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI) menyebut pencatatan kasus bunuh diri di Indonesia secara riil di lapangan terbilang sulit. Salah satu faktornya di picu pencatatan kasus berdasarkan rekam medis.

Menurutnya, kasus bunuh diri tidak di tanggung BPJS Kesehatan, sehingga kebanyakan dokter dilema memberikan diagnosis pasti kepada pasien. Agar tetap di tanggung, korban seringkali di berikan keterangan meninggal karena gangguan kejiwaan depresi, dan jenis masalah mental lainnya.

“Kalau kita di RS membuat pencatatan kasus ya, nah pencatatan kasus itu berdasarkan rekam medis, ada kerepotan mengikuti, karena kasus-kasus melukai diri sendiri, atau menyebabkan perlukaan diri itu secara pembiayaan tidak di tanggung oleh BPJS Kesehatan,” bebernya dalam konferensi pers Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, yang di peringati setiap 10 Oktober.

“Jadi kadang-kadang kami di lema ketika menuliskan itu di diagnosis, karena pasien ketambahan beban, harus bayar, jadi akhirnya supaya pasiennya oke-oke saja kita nggak tulis, kita tulisnya kasusnya, misalnya depresi,” sambungnya.

Baca juga : Guru yang Videokan Siswa SD Bawa Bekal Ulat Minta Maaf

dr Khamelia menyebut belakangan semakin banyak remaja yang melakukan percobaan bunuh diri dan melukai diri sendiri. Bukan tanpa sebab, hal ini di picu sulitnya menahan impulsivitas atau dorongan kecenderungan impulsif yang tidak bisa di kendalikan.

Banyak pasien di sebutnya menganggap bunuh diri adalah satu-satunya jalan dari masalah yang di hadapi. “Seperti tidak ada solusi lagi selain kematian,” sambungnya.

Tidak sedikit dari mereka bahkan mungkin sudah mempersiapkan kematiannya secara tenang. Hal ini yang membuat perilakunya sulit di cegah lantaran tidak ada ‘warning’ dari korban.

Berkaca pada kasus viral mahasiswa Unnes, salah satu yang bisa di upayakan adalah komunikasi orangtua dengan anak. Mencoba membuka komunikasi bersama anak dengan pendekatan yang tidak menghakimi atau mendiskriminasi apa yang di rasakan anak.

Baca juga : Guru yang Videokan Siswa SD Bawa Bekal Ulat Minta Maaf

Tidak ada salahnya untuk menanyakan hal yang di anggap sensitif seperti mungkinkah ada keinginan bunuh diri. Menurut dia, pada kebanyakan kasus, lontaran pertanyaan semacam itu membuat korban merasa di perhatikan, hingga muncul persepsi lain untuk meredam keinginan bunuh diri.

Namun, jika anak terus menunjukkan perilaku yang tidak berubah, atau keinginan bunuh dirinya semakin menguat, selalu dampingi aktivitas mereka dengan memberikan opsi konseling kepada profesional. Profesional biasanya membuat korban menjabarkan faktor-faktor dirinya ingin bunuh diri.

Meski nantinya masalah kesehatan mental sudah teratasi, mereka juga akan menyiapkan safety plan bilamana keinginan impulsif keinginan bunuh diri tersebut kembali muncul.

Comments are closed.